Minggu, 29 Agustus 2021

Cara Perbanyak Tanaman Pisang

 


1.    Membuat Bibit Pisang dengan Teknologi Kultur Jaringan

Apa itu kultur jaringan? Apa yang dimaksud dengan kultur jaringan? Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dengan kondisi aseptik, sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri tumbuh menjadi tanaman lengkap kembali. Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan secara vegetatif. Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional, teknik kultur jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Karena itu teknik ini sering kali disebut kultur in vitro. Dikatakan in vitro (bahasa Latin), berarti “di dalam kaca” karena jaringan tersebut dibiakkan di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu (wikipedia).

Kultur jaringan adalah suatu metode untuk memisahkan/mengisolasi bagian dari tanaman seperti sel, jaringan atau organ (daun, akar, batang, tunas dan sebagainya) serta membudidayakannya dalam lingkungan yang terkendali [secara in vitro] dan aseptik sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri/beregenerasi menjadi tanaman lengkap.

Teknik kultur jaringan berkembang dari adanya teori totipotensi sel oleh Schwann dan Schleiden, tahun 1838 yang menyatakan didalam masing-masing sel tumbuhan mengandung informasi genetik dan sarana fisiologis tertentu yang mampu membentuk tanaman lengkap bila ditempatkan dalam lingkungan yang sesuai.

Kelebihan kultur jaringan dibandingkan dengan perbanyakan bibit secara konvensional adalah; perbanyakan bibit dapat dilakukan dengan cepat dan dalam skala banyak, kontinuitas ketersediaan bibit akan terjaga sepanjang waktu, tanpa harus menunggu musim berbuah, bibit yang dihasilkan akan sama dengan induknya, tingkat keseragaman pertumbuhan bibit di lapangan tinggi, hemat biaya pengiriman/transportasi, dan bebas hama penyakit.

Kelemahan kultur jaringan antara lain; Membutuhkan biaya operasional dan fasilitas produksi yang mahal, membutuhkan tenaga kerja yang khusus dan terampil, dan harga bibit kultur jaringan lebih mahal.

Kegunaan Kultur Jaringan

Selain untuk perbanyakan bibit unggul, kegunaan kultur jaringan di bidang lainnya, yaitu:

1.   Dibidang pemuliaan tanaman untuk meningkatkan keragaman genetik, seperti induksi variasi somaklonal, induksi mutasi.

2.   Dibidang bioteknologi tanaman, teknik kultur jaringan sangat diperlukan untuk meregenerasikan sel tanaman yang telah direkayasa genetiknya menjadi tanaman transgenik.  

3.   Dibidang pengendalian penyakit tanaman, kultur jaringan dapat menghasilkan tanaman yang bebas patogen yaitu melalui kultur meristem.

4.   Dibidang konservasi, dapat digunakan untuk memperbanyak tanaman yang hampir punah, atau untuk penyimpanan plasma nutfah.




2.    Cara Membuat Bibit Pisang Dengan Anakan Pedang

Perbanyakan tanaman pisang atau pembibitan tanaman pisang melalui anakan adalah perbanyakan yang dilakukan dengan memisahkan anakan pisang dari induknya, cara ini adalah yang paling mudah dalam membuat bibit pisang dan paling banyak dilakukan oleh masyarakat. Bibit pisang yang diperoleh dengan cara ini harus segera ditanam kelahan. Berikut ini cara membuat bibit pisang melalui anakan :

a).    Bahan yang paling baik digunakan adalah anakan pedang (tinggi 41-100 cm), daunnya berbentuk seperti pedang dengan ujung runcing. Anakan rebung (20-40 cm) kurang baik jika ditanam langsung karena bonggolnya masih lunak dan belum berdaun sehingga mudah kekeringan. Sedangkan anakan dewasa (tinggi >100 cm) terlalu berat dalam pengangkutan dan kurang tahan terhadap cekaman lingkungan karena telah memiliki daun sempurna.

b).    Bibit anakan setelah dipisahkan harus segera ditanam, jika terlambat akan meningkatkan serangan hama penggerek dan kematian di kebun. Apabila pada saat tanam kekurangan air dalam waktu yang cukup lama, bibit akan layu dan mati bagian batangnya, tetapi bonggol yang tertimbun dalam tanah masih mampu untuk tumbuh dan memulai pertumbuhan kembali membentuk bonggol baru diatas bonggol yang lama.

c).    Untuk menghindari kejadian tersebut, sebelum menanam anakan dipotong 5 cm diatas leher bonggol dan cara menanamnya ditimbun 5 cm dibawah permukaan tanah

3.  Perbanyakan dengan system belah bonggol (Bit Anakan/Mini Bit)

Cara perbanyakan benih pisang konvensional belahan bonggol (bit) – Kunci sukses dalam melakukan budidaya tanaman buah pada kususnya budidaya pisang adalah kualitas bibit / benih yang digunakan. Dengan bibit yang sehat dan berkualitas tentu saja akan menghasilkan buah yang berkualitas dan menekan kematian tanaman. Cara ini merupakan salah satu teknik yang paling mudah dan murah dalam memperbanyak bibit pohon pisang adalah dengan teknik belah bonggiol (Bit). Dengan teknik ini pembibitan pohon pisang dapat menghasilkan bibit yang banyak dan cepat dan sangat efektif dibandingkan teknik lainya. Dari poses pembibitan hingga bibit pohon pisang siap ditanam hanya membuthkan waktu kurang lebih 3 bulan saja.

Berikut ini Prosedur perbanyakan benih tanaman pisang dengan menggunakan bonggol sebagai sumber perbanyakan :

  • Pilihlah anakan pisang dengan bonggol berukuran 15 cm hingga 20 cm dari tanaman induk yang sehat dan berproduksi tinggi serta mutunya bagus. 
  • Potong anakan pisang lebih kurang 5 cm diatas bonggol dan kemudian buang semua bekas pelepah daun pisang. 
  • Buatlah lubang dengan kedalaman 4 cm dan berdiameter 2 cm tepat di bagian tengah bonggol. 
  • Tunas-tunas yang tumbuh dari bonggol yang diperlakukan merupakan G-2S (generasi kedua). 
  • 3 bulan setelah tumbuh bonggol G-3S) (generasi ketiga) tunas telah berukuran lebih kurang 15 cm dan sudah bisa diperlakukan lagi seperti pada anakan generasi pertama dengan cara dipotong batangnya dan dibuang tunasnya, hal tersebut bertujuan untuk merangsang tumbuhnya tunas-tunas yang baru. 


OLEH : ZUBAIR, S.ST

Rabu, 25 Agustus 2021

Penumbuhan dan Pengembangan Usaha Pelayanan Jasa Alat dan Mesin Pertanian (UPJA)

 


Pendahuluan

Dalam rangka mengoptimalkan peran dan fungsi kelembagaan yang ada di perdesaan, khususnya kelembagaan usaha yang bergerak di bidang jasa alat dan mesin pertanian (alsintan), maka pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor 25/Permentan/PL.130/5/2008 tanggal 22 Mei 2008 tentang Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Usaha Pelayanan Jasa Alat dan Mesin Pertanian (UPJA).

Usaha Pelayanan Jasa Alat dan Mesin Pertanian yang selanjutnya disebut UPJA adalah suatu lembaga ekonomi perdesaan yang bergerak di bidang pelayanan jasa dalam rangka optimalisasi penggunaan alat dan mesin pertanian untuk mendapatkan keuntungan usaha baik di dalam maupun di luar kelompok tani/gapoktan.

Sedangkan fungsi utama kelembagaan UPJA yaitu melakukan kegiatan ekonomi dalam bentuk pelayanan jasa alsintan dalam penanganan budidaya seperti jasa penyiapan lahan dan pengolahan tanah, pemberian air irigasi, penanaman, pemeliharaan; perlindungan tanaman termasuk pengendalian kebakaran; maupun kegiatan panen, pasca panen dan pengolahan hasil pertanian seperti jasa pemanenan, perontokan, pengeringan dan penggilingan padi; termasuk mendorong pengembangan produk dalam rangka peningkatan nilai tambah, perluasan pasar, daya saing dan perbaikan kesejahteraan petani.

Keberadaan UPJA didaerah sentra produksi tidak saja menjadi solusi dalam mengatasi kebutuhan alsintan bagi petani untuk mengolah lahan pertanian, pengairan, panen dan pasca panen, tetapi juga menjadi solusi dalam mengatasi kelangkaan tenaga kerja di perdesaan. Strategi pengembangan alsintanmelaluisistem kelembagaan UPJA, dengan pertimbangan : (1) Kemampuan petani dalam mengolah lahan usahatani terbatas (0,5 ha/MT); (2) Pengelolaan Alsintan secara perorangan kurang efisien; (3) Tingkat pendidikan dan ketrampilan petani yang rendah; (4) Kemampuan permodalan usahatani yang lemah; dan (5) pengelolaan usahatani yang tidak efisien.

Sedangkan fungsi utama kelembagaan UPJA yaitu melakukan kegiatan ekonomi dalam bentuk pelayanan jasa alsintan dalam penanganan budidaya seperti jasa penyiapan lahan dan pengolahan tanah, pemberian air irigasi, penanaman, pemeliharaan; perlindungan tanaman termasuk pengendalian kebakaran; maupun kegiatan panen, pasca panen dan pengolahan hasil pertanian seperti jasa pemanenan, perontokan, pengeringan dan penggilingan padi; termasuk mendorong pengembangan produk dalam rangka peningkatan nilai tambah, perluasan pasar, daya saing dan perbaikan kesejahteraan petani.

Pola Pengembangan UPJA

Peralatan dan mesin pertanian (seperti traktor pengolah tanah, perontok padi/gabah, pompa air, dan penggilingan) merupakan bagian dari faktor produksi usaha pertanian di perdesaan, khususnya padi sawah, yang telah lama dikenal dan sangat dibutuhkan masyarakat perdesaan. Peralatan dan mesin pertanian dengan bahan bakar bensin dan solar merupakan hasil kemajuan industri yang mendorong kemajuan pertanian tradisional di perdesaan. Penggunaan alsin pada pertanian padi sawah di perdesaan bukan saja dilatarbelakangi oleh alasan peningkatan efisiensi usaha ekonomi.

Peralatan pertanian mekanis lainnya, seperti traktor tangan (untuk pengolahan tanah), thresher, dan pompa air, pada akhirnya telah menjadi kebutuhan petani untuk mengoptimalkan pengelolaan lahan usahatani padi sawah. Secara umum dapat dikatakan bahwa kecenderungan penggantian peralatan dari manual ke mekanis di bidang usaha pertanian tidak dapat dihindari lagi karena alasan teknis (luasnya lahan sawah) ekonomi. Penggunaan peralatan mekanis dapat dijadikan sebagai salah satu indikator tingkat kemajuan sistem pertanian di suatu wilayah atau daerah.

Kelembagaan Upja

Berdasarkan tingkat kemampuannya, UPJA dapat dibagi menjadi tiga kelas (Direktorat Alat dan Mesin Pertanian, 2011), yaitu: (1) UPJA Pemula, yaitu kelompok UPJA yang belum berkembang karena hanya memiliki jumlah alsin pertanian 1-4 unit dengan 1-2 jenis alsin pertanian (6.538 UPJA); (2) UPJA Berkembang, yaitu kelompok UPJA yang telah berkembang dengan jumlah alsin pertanian 5-9 unit dengan 3-4 jenis alsin pertanian dan telah memiliki sistem organisasi lengkap (2.344 UPJA); dan (3) UPJA Profesional, yaitu kelompok UPJA yang telah optimal dan telah memiliki alsin pertanian lebih dari 10 unit dengan lebih dari 5 jenis alsin pertanian (892 UPJA). Walaupun sudah lebih dari satu dasawarsa sejak program UPJA diimplementasikan, belum ada pemahaman yang sama oleh berbagai pihak terkait mengenai pengertian tentang UPJA sendiri. Perbedaan ini membawa implikasi pada kegiatan pembinaan dan data yang didokumentasikan oleh dinas (Dinas Pertanian setempat).

Tujuan akhir dari introduksi UPJA adalah keberadaan UPJA yang profesional. Namun jika melihat data yang ada, proporsi UPJA pemula masih sangat dominan, sedangkan UPJA Profesional kurang dari 1 persen dari seluruh jumlah yang ada. Ditambah dengan perubahan status kemampuan dari kelas pemula ke kelas berkembang atau dari kelas berkembang ke kelas profesional yang sangat lambat, kondisi ini menunjukkan ada permasalahan dalam penumbuhan dan pengembangan kelembagaan UPJA. Kelembagaan UPJA didukung oleh berbagai pelaku dengan posisi dan peran yang berbeda-beda, demikian pula kekuatan tawarnya dalam menentukan aturan main yang berlaku. Oleh karena itu, permasalahan yang ada dalam kelembagaan UPJA perlu ditelusuri pada masing-masing elemen kelembagaan tersebut.

Keberadaan UPJA oleh anggota dan pengurus lebih dipandang sebagai sarana untuk sekedar memperlancar aktivitas usahatani. Jika lahannya sudah terolah dengan baik atau sudah cukup terairi atau hasilnya sudah dipanen sesuai dengan keinginan anggota dan pengurus UPJA, maka dianggap bahwa keberadaan UPJA sudah berfungsi sebagaimana seharusnya. Pengurus dan anggota UPJA umumnya kurang memikirkan apakah UPJA memperoleh keuntungan dengan aktivitas melayani berbagai pekerjaan di usahatani mereka, apakah hasil dan keuntungan yang diperoleh mampu digunakan untuk merawat peralatan yang ada dengan baik dan bahkan mengembangkannya. Perhatian utama masih pada penyelesaian pekerjaan usahatani, belum pada UPJA sebagai suatu usaha/bisnis. Kondisi seperti itu terutama terjadi pada UPJA yang merupakan bagian dari kelompok tani/gapoktan.

Dari hasil rapat koordinasi tingkat penyuluh pertaninan di BPP Benteng Bontoharu telah disepakati Desa Kalepadang sebagai Desa pertama yang ditunjuk untuk pembetukan kelembagaan UPJA di wilayah binaan BPP Benteng Bontoharu.

Hari ini rabu 25 Agustus 2021, Pemerintah Desa Kalepadang Kec. Bontoharu melaksanakan pembentukan kelembagaan UPJA. Acara ini dibuka langsung oleh Kepala Desa Kalepadang. Turut hadir dalam acara tersebut Sekertaris Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kab. Kepulauan Selayar, (Agus Salim, SP), Pembina Wilayah Kec. Benteng Bontoharu (Datulangi, S.ST),  Koorditar BPP Benteng Bontoharu (Umi Azimar) serta PPL Desa Kalepadang (Jubair, A.Md).Dalam sambutannya Agus Salim, SP menjelaskan secara singkat peran dan fungsi kelembagaan UPJA yang akan dibentuk nantinya. Salah satunya adalah bagaimana menginventarisir dan memanfaatkan bantuan-bantuan alsintan yang telah masuk di Desa kalepadang.

Memasuki sesi diskusi yang berlangsung alot dipandu oleh Umi Azimar peserta yang hadir telah menyepakati untuk nama UPJA adalah KARESO BERSAMA.




PENULIS : DATULANGI, S.ST


Sumber : 

https://media.neliti.com/media/publications/55579-ID-pola pengembangan-kelembagaan-upja-untuk.pdf

https://www.yumpu.com/id/document/view/15364985/pedoman-teknis-pengembangan-upja-mandiri




Sabtu, 21 Agustus 2021

MATERI PERSENTASE

Materi persentase ujian kompetensi kenaikan jenjang jabatan Madya 

DOWNLOAD https://docs.google.com/presentation/d/1vy8uWdU3R-SHvW8XlAEHLaPh--s8XDfPZ0Fr8hoteKk/edit#slide=id.p1

Selasa, 03 Agustus 2021

MENGOLAH LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN TERNAK

 



Pakan merupakan salah satu faktor terpenting, dalam semua usaha peternakan, baik ternak ruminansia maupun ternak unggas.  Besarnya pengaruh pakan terhadap produksi menyebabkan biaya yang dikeluarkan untuk pakanpun tidak bisa dianggap ringan.  Sekitar 60 – 80 % dari keseluruhan biaya produksi ditentukan oleh faktor biaya pakan (Djanah, 1985).  Efisiensi terhadap pengolahan pakan mempunyai arti yang sangat penting guna menekan biaya pakan.  Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengganti bahan pakan yang relatif mahal dengan bahan yang relatif murah namun tetap memperhatikan nilai gizi dan ketersediaan bahan pengganti.

Suplai bahan baku pakan ternak sebagian besar masih tergantung dari bahan impor, seperti jagung kuning, bungkil kedelai, pollard, tepung ikan dan bahan lainnya.  Permasalahan yang sering muncul adalah bila terjadi gejolak harga terhadap bahan baku tersebut.  Ketergantungan bahan baku pakan impor sebetulnya tidak perlu terjadi bila pengadaan bahan pakan secara nasional bisa diatasi.  Hal tersebut bisa disiasati dengan penyediaan bahan baku pakan lokal atau menggantikan sebagian bahan baku pakan tersebut dengan bahan substitusi (alternatif) yang ketersediaannya cukup memadai di beberapa daerah di Indonesia (Alamsyah R, 2005).  Selain itu, bahan baku pakan atau pakan yang diberikan kepada ternak haruslah terjamin mutu dan keamanannya (feed savety), begitu pula cara pembuatannya juga harus sesuai dengan kebutuhan ternak.  Hal tersebut bertujuan agar pakan yang dikonsumsi ternak tidak berbahaya dan tidak merugikan ternak, sehingga dapat merugikan peternak itu sendiri. 

KEBUTUHAN PAKAN TERNAK

Keberhasilan usaha peternakan ditentukan oleh kondisi pakan yang diberikan kepada ternak.  Pakan yang diberikan bukan hanya untuk mengatasi rasa lapar tetapi juga harus benar-benar bermanfaat untuk kebutuhan hidup, membentuk sel-sel baru, menggantikan sel-sel yang telah rusak, dan untuk berproduksi. 

Menurut Widayati dan Widalestari (1996), pakan ternak dapat digolongkan menurut asal, fungsi dan bentuk fisiknya.

1.    Menurut asalnya, pakan ternak dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu, pakan yang berasal dari hewan dan pakan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.

2.    Menurut fungsinya, pakan ternak dapat digolongkan menjadi delapan kelompok, yaitu : hijauan kering, hijauan segar atau pasture, silase, pakan sumber energy, pakan sumber protein, pakan sumber mineral, pakan sumber vitamin, dan pakan tambahan.

3.    Menurut bentuk fisiknya, pakan ternak dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu makanan berbutir, makanan berbentuk tepung, dan makanan berbentuk cairan.

Dalam memilih bahan pakan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain :

  • Mengandung zat gizi / nutrisi yang dibutuhkan ternak
  • Mudah diperoleh dan sedapat mungkin terdapat didaerah sekitar sehingga tidak menimbulkan masalah ongkos transportasi dan kesulitan mencarinya.
  • Terjamin ketersediaannya sepanjang waktu dan dalam jumlah yang cukup.
  • Disukai oleh ternak.
  • Harga bahan pakan terjangkau.
  • Bahan pakan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia.
  • Tidak mengandung racun dan tidak dipalsukan.

Pakan dalam melakukan usaha budidaya ternak, merupakan salah satu sarana produksi yang amat penting dan sangat strategis, karena kecukupan dan mutunya yang secara langsung berkorelasi dengan performan ternak.  Keterbatasan pakan dapat menyebabkan daya tampung ternak pada suatu daerah menurun atau dapat menyebabkan gangguan produksi dan reproduksi.  Hal ini dapat diatasi bila potensi pertanian/industri maupun limbahnya dapat dioptimalkan penggunaannya sebagai bahan pakan ternak. Penggunaan bahan pakan alternatif sebaiknya mempertimbangkan beberapa hal, antara lain bahan pakan tersebut tersedia dalam satu tempat dalam jumlah yang banyak, sehingga untuk memperolehnya tidak membutuhkan biaya yang besar. 

Limbah adalah sisa atau hasil ikutan dari produk utama limbah.  Limbah pertanian adalah bagian tanaman pertanian diatas tanah atau bagian pucuk, batang yang tersisa setelah dipanen atau diambil hasil utamanya dan merupakan pakan alternatif yang digunakan sebagai pakan ternak (Yani, 2011).  Berbagai hasil ikutan pertanian dapat dijadikan sebagai sumber bahan pakan baru baik untuk ternak ruminansia maupun ternak unggas.  Sumber limbah pertanian diperoleh dari komoditi tanaman pangan, dan ketersediaanya dipengaruhi oleh pola tanam dan luas areal panen dari tanaman pangan di suatu wilayah.  Jenis limbah pertanian sebagai sumber pakan antara lain : limbah tanaman padi, tanaman jagung, tanaman kedelai, tanaman kacang tanah, tanaman ubi kayu, tanaman ubi jalar, dll.

1.    Tanaman Padi

Padi (beras) merupakan salah satu makanan pokok di Indonesia.  Pemanfaatan padi sebagai pakan ternak terutama ternak unggas sangat bersaing dengan kebutuhan manusia. Akan tetapi limbah dari tanaman padi sangat berpotensi untuk dijadikan pakan ternak.  Limbah tersebut berupa jerami, dedak, dan bekatul. 

a.     Jerami padi dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia.  Penggunaan jerami padi sebagai pakan ternak telah umum dilakukan di daerah tropik, terutama sebagai makanan ternak pada musim kemarau.   Jumlah jerami yang dihasilkan dalam satu hektar padi sawah adalah sebanyak 1,44 kali dari jumlah hasil panennya (Kim and Dale, 2004 dalam http://agroteknomandiri.blogspot.com/2012).  Dengan mengetahui jumlah jerami yang dihasilkan maka dapat diketahui juga daya tampung ternak dalam satu hektar sawah dalam satu tahun.  Sebagai contoh perhitungannya adalah sebagai berikut :

·     Produksi padi sawah tadah hujan/rawa dengan asumsi panen 1 kali dalam satu tahun dengan hasil rata-rata sebanyak 4 ton/ha, maka jumlah jerami yang dihasilkan sebanyak = 1,44 x 4 = 5,76 ton/ha. 

·     Jika konsumsi ternak per hari sebanyak 8 kg/ekor/hari maka konsumsi ternak perekor/tahunnya adalah sebanyak 1 tahun =8 kg x 365 hari=2920 kg/tahun

·     Maka tiap hektar  = 5760 kg/ha : 2920 kg/tahun = 1,97 dibulatkan menjadi 2 ekor ternak/ha/tahun.

Bila dilihat dari daya tampung ternak maka potensi jerami padi sebagai pakan ternak dapat diterapkan di Kabupaten Bangka Barat.  Selain potensi ketersedian bahan bakunya penggunaan jerami padi sebagai makanan ternak mengalami kendala terutama disebabkan adanya faktor pembatas dengan nilai nutrisi yang rendah yaitu kandungan protein rendah, serat kasar tinggi, serta kecernaan rendah.  Untuk mengatasi hal tersebut maka pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak ruminansia perlu diefektifkan, yaitu dengan dilakukan dengan cara penambahan suplemen atau bahan tambahan lain agar kelengkapan nilai nutrisinya dapat memenuhi kebutuhan hidup ternak secara lengkap sekaligus meningkatkan daya cerna pakan (Rahadi. S, 2008).

b.    Dedak dan bekatul sebagai limbah dari penggilingan padi, dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak unggas dan ternak ruminansia.  Banyaknya dedak yang dihasilkan tergantung pada cara pengolahan.  Dedak kasar dapat dihasilkan sebanyak 14,44%, dedak halus sebanyak 26,99%, bekatul sebanyak 3% dan 1-17% menir dari berat gabah kering (Laporan Akhir Pengembangan Teknologi Pakan Ternak di Kabupaten Bangka Barat, 2014).  Di Kabupaten Bangka Barat, berdasarkan hasil analisa laboratorium Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Pakan (2014), kandungan protein kasar dalam dedak padi merah cukup tinggi, yaitu sebesar 11,57%.  Sedangkan kandungan serat kasarnya cukup tinggi yaitu sebesar 14,78%.  Untuk dedak padi putih kandungan protein kasarnya sebesar 7,41%, sedangkan serat kasarnya sangat tinggi yaitu sebesar 29,86%.  Tingginya kandungan serat kasar tersebut merupakan penyebab terbatasnya penggunaan dedak dalam ransum ternak, terutama ternak unggas.

2.    Tanaman Jagung

Setelah produk utamanya dipanen hasil ikutan tanaman jagung dapat dijadikan sebagai pakan ternak ruminansia, yaitu berupa jerami, klobot dan tongkol jagung baik sebelum atau sesudah melalui proses pengolahan.Jumlah produk ikutan jagung dapat diperoleh dari satuan luas tanaman jagung antara 2,5-3,4 ton bahan kering per hektar yang mampu menyediakan bahan baku sumber serat/pengganti hijauan untuk 1 satuan ternak (bobot hidup setara 250 kg dengan konsumsi pakan kering 3% bobot hidup) dalam setahun (http://agroteknomandiri.blogspot.com/2012).

3.    Tanaman Ubi Kayu

Tanaman ubi kayu (Cassava) merupakan makanan pokok nomor tiga setelah padi dan jagung di Indonesia.Tanaman ini merupakan tanaman tropis yang potensial dan sangat penting sebagai pakan ternak sumber energi (umbi) dan protein (daun) dalam jumlah besar.Limbah tanaman ubi kayu yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak terbagi menjadi 2 bagian, yaitu : 1). Berasal dari lahan pertanian, berupa daun ubi kayu setelah masa panen. Produksi biomass hijauan ubikayu terdiri atas daun, tangkai daun dan batang.Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wanapat et al. (2002) dalam Sirait J dan K. Simanihuruk, 2010) menunjukkan produksi daun merupakan proporsi tertinggi, yakni sebesar 61,6 % pada pemanenan yang dilakukan saat tanaman berumur 4 bulan dengan tinggi pemotongan sekitar 40 cm diatas permukaan tanah dari total produksi bahan kering sebesar 1.434 kg/ha. 2). Berasal dari pabrik pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka atau industri makanan berupa kulit ubi kayu, potongan-potongan yang tidak bisa masuk ke mesin penggiling dan onggok.Akan tetapi penggunaan umbi dan daun ubi kayu dalam ransum ternak cukup terbatas dikarenakan adanya faktor pembatas berupa racun asam sianida (HCN).Beberapa proses pengolahan yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar HCN dalam ubi kayu adalah pengeringan, perendaman, perebusan, fermentasi dan kombinasi proses-proses ini.Sedangkan untuk daunnya, kandungan HCN dapat diturunkan dengan pengeringan, perebusan atau penambahan metionin atau senyawa lain yang mengandung sulfur. Penggunaan ubi kayu dalam ransum ternak unggas sebesar 5-10% dan untuk ternak ruminansia sebesar 40-90% (Laporan Akhir Kegiatan Pengembangan Teknologi Pakan Ternak, 2014).

Limbah dari tanaman ubi kayu yang merupakan hasil sampingan dari industri tapioka adalah onggok.Onggok memiliki nilai gizi sedikit lebih rendah dari ubi kayu, akan tetapi mempunyai kandungan BETN yang relatif tinggi sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku pakan sumber energi bagi ternak.

4.    Tanaman Lainnya

Menurut Widayati dan Widalestari (1996), limbah pertanian lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan pendukung untuk ternak terutama ternak ruminansia antara lain kulit buah nanas, bungkil kacang tanah, pucuk tebu, jerami kedele, jerami ketela rambat, jerami kacang tanah serta limbah berupa sayur-sayuran yang sudah tidak termanfaatkan untuk manusia.

Limbah-limbah pertanian tersebut rata-rata memiliki kandungan serat kasar yang tinggi, namun ketersediaannya cukup melimpah dialam sehingga perlu adanya pemanfaatan yang lebih lanjut dengan sentuhan teknologi yang dapat mengubah bahan baku tersebut menjadi pakan bergizi dan sumber energi bagi ternak sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan terutama ternak ruminansia.

 

DAFTAR BACAAN

Alamsyah, R. 2005.  Pengolahan Pakan Ayam dan Ikan Secara Modern.  Penebar Swadaya.  Bogor

Djanah D.1985.  Beternak Ayam dan Itik.  CV. Yasaguna.  Jakarta.

Http://agroteknomandiri.blogspot.com/2012.  Berapa Ton Jerami dalam 1 Hektar.

Laporan Hasil Analisa Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Pakan.  2014.  Bekasi.

Rahadi S.  2008.  Pembuatan Amoniasi Urea Jerami Padi.  Sulawesia Selatan.

Wanapat et al. 2002 Dalam Sirait J dan K. Simanihuruk.  2010.  Potensi dan Pemanfaatan Daun Ubikayu dan Ubi jalar sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminansia Kecil.   Loka Penelitian Kambing Potong.  Sumatera Utara.

Widayati E dan Widalestari Y.  1996.  Limbah untuk Pakan Ternak.  Trubus Agrisarana.  Surabaya.

Yani Y.  Desember 2011.  Pemanfaatan Limbah Pertanian sebagai Pakan Ternak Ruminansia.  pertanian293.blogspot.com.


OLEH : 

DATULANGI, S.ST | NIP: 197904112011011005| Jabatan: Penyuluh Pertanain Madya


Sumber :

https://portal.bangkabaratkab.go.id/content/pemanfaatan-limbah-pertanian-sebagai-pakan-ternak

Senin, 02 Agustus 2021

TEKNIK PERBANYAKAN PISANG DENGAN SISTEM BELAH BONGGOL (Bit Anakan/Mini Bit)

 


Bibit adalah bahan tanaman yang sudah berbentuk tanaman muda berukuran kecil tetapi sudah memiliki bagian tanaman secara lengkap baik akar, batang maupun daun. Bibit tanaman biasanya digunakan untuk menyebut bahan tanaman yang diperbanyak secara vegetatif, yakni stek, cangkok dan anakan. Jika diperbanyak secara generatif (melalui biji), bahan tanaman disebut bibit jika sudah berkecambah.

Bahan tanaman pisang atau bibit pisang diperoleh secara vegetatif yang pada umumnya perbanyakan dilakukan melalui anakan. Secara tradisional, bibit pisang diperoleh dengan cara memisahkan anakan dari tanaman induk dan langsung menanamnya pada lahan yang sudah disediakan

Perbanyakan tanaman pisang menggunakan bonggol adalah kegiatan pembibitan tanaman pisang menggunakan potongan bonggol yang ditanam di media pada wadah atau pot untuk menumbuhkan tunas-tunas baru. Tunas-tunas baru itulah yang nantinya akan tumbuh menjadi anakan pisang dan bisa ditanam menjadi individu baru yang terpisah dari bonggol induknya. Perbanyakan menggunakan bonggol ini merupakan teknik pembibitan pisang secara sederhana yang mudah dilakukan. Beberapa petani pisang lokal banyak mengadopsi metode ini, selain mudah dilakukan, metode ini juga relatif membutuhkan biaya yang kecil.

Memilih pohon induk untuk pembibitan

Pilihlah pohon indukan pisang yang sudah berbuah dan menghasilkan anakan. Atau jika tidak, pilihlah pohon pisang hasil kultur jaringan yang memiliki bonggol berdiameter minimal 15 cm. Selain itu, tanaman indukannya harus sehat dan terbebas dari hama dan penyakit. Anda bisa melihat kondisi fisik pohon pisangnya secara kasat

                     
ALAT  DAN  BAHAN

§   Anakan pisang dari tanaman induk yang akan diambil bonggolnya

§   Fungisida, bakterisida dan insektisida

§   Media tanam berupa arang sekam

§   ZPT

§   Polybag

§   Air bersih

§   Golok atau pisau yang tajam

Cara membuat bibit

a)           Pemisahan anakan dari rumpun dilakukan dengan hati-hati menggunakan linggis/tembilang bermata lebar, sehingga kondisi bonggol masih utuh.

b)           Bonggol dibersihkan dari akar dan tanah yang menempel, kemudian dipotong 1 cm diatas leher bonggol. Pada titik tumbuh di pusat bonggol dikorek dengan lebar dan dalam ± 3 cm menggunakan pisau yang runcing.

c)           Rendam dalam air hangat dengan suhu ± 55° C yang telah dicampur fungisida dengan dosis 2 gr/lt air selama 15 menit kemudian ditiriskan. Untuk menghindari serangan hama pada saat perendaman dapat juga disertai pemberian insektisida sesuai dosis yang dianjurkan.

d)           Untuk merangsang munculnya tunas, bonggol di semai dalam bedengan, disusun secara berjajar dengan bagian titik tumbuh tetap mengarah ke atas, masing-masing bonggol diberi jarak antara 5 cm kemudian ditimbun dengan campuran tanah, pasir dan pupuk kandang setebal ± 5 cm. Penimbunan dilakukan selama 3-5 minggu atau sampai tumbuh tunasnya. Selama penimbunan perlu dijaga kelembabannya dengan penyiraman setiap hari secukupnya terutama bila tidak ada hujan.

e)           Bila tunas telah tumbuh dan telah mempunyai 1-2 lembar daun, bonggol diangkat dari timbunan, kemudian dibelah searah membujur dari permukaan atas bonggol sampai dasar sebanyak tunas yang tumbuh. Bila bonggol terlalu besar dapat dikurangi dengan menipiskan potongan dikiri dan kanan tunas

f)            Tunas hasil belahan (bit) disemai di polybag ukuran 20 cm x 30 cm yang berisi media tanam kemudian diletakkan ditempat teduh/naungan.

g)           Setelah umur 1 bulan bibit dipindahkan ke tempat terbuka dan siap ditanam ke lapang bila bibit sudah berumur 2 bulan

h)           Perawatan yang utama adalah penyiraman untuk menjaga kelembaban tanah. Pemupukan dilakukan 2 minggu sekali menggunakan Urea 2 gr/lt air dengan cara dikocor


OLEH : ZUBAIR, S.ST

PEMANFAATAN SARANA DIGITAL BPP BENTENG BONTOHARU SEBAGAI MEDIA PENYULUHAN

  Perkembangan teknologi di era digitalisasi 4.0 menuntut penyuluh pertanian untuk memiliki kemampuan Internet of Things (IOT), Teknologi 3D...