Pendahuluan
Dalam
rangka mengoptimalkan peran dan fungsi kelembagaan yang ada di perdesaan,
khususnya kelembagaan usaha yang bergerak di bidang jasa alat dan mesin
pertanian (alsintan), maka pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri
Pertanian RI Nomor 25/Permentan/PL.130/5/2008 tanggal 22 Mei 2008 tentang
Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Usaha Pelayanan Jasa Alat dan Mesin
Pertanian (UPJA).
Usaha Pelayanan Jasa Alat dan Mesin Pertanian
yang selanjutnya disebut UPJA adalah suatu lembaga ekonomi perdesaan yang
bergerak di bidang pelayanan jasa dalam rangka optimalisasi penggunaan alat dan
mesin pertanian untuk mendapatkan keuntungan usaha baik di dalam maupun di luar
kelompok tani/gapoktan.
Sedangkan fungsi utama kelembagaan UPJA yaitu
melakukan kegiatan ekonomi dalam bentuk pelayanan jasa alsintan dalam
penanganan budidaya seperti jasa penyiapan lahan dan pengolahan tanah,
pemberian air irigasi, penanaman, pemeliharaan; perlindungan tanaman termasuk
pengendalian kebakaran; maupun kegiatan panen, pasca panen dan pengolahan hasil
pertanian seperti jasa pemanenan, perontokan, pengeringan dan penggilingan
padi; termasuk mendorong pengembangan produk dalam rangka peningkatan nilai
tambah, perluasan pasar, daya saing dan perbaikan kesejahteraan petani.
Keberadaan
UPJA didaerah sentra produksi tidak saja menjadi solusi dalam mengatasi
kebutuhan alsintan bagi petani untuk mengolah lahan pertanian, pengairan, panen
dan pasca panen, tetapi juga menjadi solusi dalam mengatasi kelangkaan tenaga
kerja di perdesaan. Strategi pengembangan alsintanmelaluisistem kelembagaan
UPJA, dengan pertimbangan : (1) Kemampuan petani dalam mengolah lahan usahatani
terbatas (0,5 ha/MT); (2) Pengelolaan Alsintan secara perorangan kurang
efisien; (3) Tingkat pendidikan dan ketrampilan petani yang rendah; (4)
Kemampuan permodalan usahatani yang lemah; dan (5) pengelolaan usahatani yang
tidak efisien.
Sedangkan
fungsi utama kelembagaan UPJA yaitu melakukan kegiatan ekonomi dalam bentuk
pelayanan jasa alsintan dalam penanganan budidaya seperti jasa penyiapan lahan
dan pengolahan tanah, pemberian air irigasi, penanaman, pemeliharaan;
perlindungan tanaman termasuk pengendalian kebakaran; maupun kegiatan panen,
pasca panen dan pengolahan hasil pertanian seperti jasa pemanenan, perontokan,
pengeringan dan penggilingan padi; termasuk mendorong pengembangan produk dalam
rangka peningkatan nilai tambah, perluasan pasar, daya saing dan perbaikan
kesejahteraan petani.
Pola Pengembangan UPJA
Peralatan
dan mesin pertanian (seperti traktor pengolah tanah, perontok padi/gabah, pompa
air, dan penggilingan) merupakan bagian dari faktor produksi usaha pertanian di
perdesaan, khususnya padi sawah, yang telah lama dikenal dan sangat dibutuhkan
masyarakat perdesaan. Peralatan dan mesin pertanian dengan bahan bakar bensin
dan solar merupakan hasil kemajuan industri yang mendorong kemajuan pertanian
tradisional di perdesaan. Penggunaan alsin pada pertanian padi sawah di
perdesaan bukan saja dilatarbelakangi oleh alasan peningkatan efisiensi usaha
ekonomi.
Peralatan
pertanian mekanis lainnya, seperti traktor tangan (untuk pengolahan tanah),
thresher, dan pompa air, pada akhirnya telah menjadi kebutuhan petani untuk
mengoptimalkan pengelolaan lahan usahatani padi sawah. Secara umum dapat
dikatakan bahwa kecenderungan penggantian peralatan dari manual ke mekanis di
bidang usaha pertanian tidak dapat dihindari lagi karena alasan teknis (luasnya
lahan sawah) ekonomi. Penggunaan peralatan mekanis dapat dijadikan sebagai
salah satu indikator tingkat kemajuan sistem pertanian di suatu wilayah atau
daerah.
Kelembagaan Upja
Berdasarkan
tingkat kemampuannya, UPJA dapat dibagi menjadi tiga kelas (Direktorat Alat dan
Mesin Pertanian, 2011), yaitu: (1) UPJA Pemula, yaitu kelompok UPJA yang belum
berkembang karena hanya memiliki jumlah alsin pertanian 1-4 unit dengan 1-2
jenis alsin pertanian (6.538 UPJA); (2) UPJA Berkembang, yaitu kelompok UPJA
yang telah berkembang dengan jumlah alsin pertanian 5-9 unit dengan 3-4 jenis
alsin pertanian dan telah memiliki sistem organisasi lengkap (2.344 UPJA); dan
(3) UPJA Profesional, yaitu kelompok UPJA yang telah optimal dan telah memiliki
alsin pertanian lebih dari 10 unit dengan lebih dari 5 jenis alsin pertanian
(892 UPJA). Walaupun sudah lebih dari satu dasawarsa sejak program UPJA
diimplementasikan, belum ada pemahaman yang sama oleh berbagai pihak terkait
mengenai pengertian tentang UPJA sendiri. Perbedaan ini membawa implikasi pada
kegiatan pembinaan dan data yang didokumentasikan oleh dinas (Dinas Pertanian
setempat).
Tujuan
akhir dari introduksi UPJA adalah keberadaan UPJA yang profesional. Namun jika
melihat data yang ada, proporsi UPJA pemula masih sangat dominan, sedangkan
UPJA Profesional kurang dari 1 persen dari seluruh jumlah yang ada. Ditambah
dengan perubahan status kemampuan dari kelas pemula ke kelas berkembang atau
dari kelas berkembang ke kelas profesional yang sangat lambat, kondisi ini
menunjukkan ada permasalahan dalam penumbuhan dan pengembangan kelembagaan
UPJA. Kelembagaan UPJA didukung oleh berbagai pelaku dengan posisi dan peran
yang berbeda-beda, demikian pula kekuatan tawarnya dalam menentukan aturan main
yang berlaku. Oleh karena itu, permasalahan yang ada dalam kelembagaan UPJA
perlu ditelusuri pada masing-masing elemen kelembagaan tersebut.
Keberadaan
UPJA oleh anggota dan pengurus lebih dipandang sebagai sarana untuk sekedar
memperlancar aktivitas usahatani. Jika lahannya sudah terolah dengan baik atau
sudah cukup terairi atau hasilnya sudah dipanen sesuai dengan keinginan anggota
dan pengurus UPJA, maka dianggap bahwa keberadaan UPJA sudah berfungsi
sebagaimana seharusnya. Pengurus dan anggota UPJA umumnya kurang memikirkan
apakah UPJA memperoleh keuntungan dengan aktivitas melayani berbagai pekerjaan
di usahatani mereka, apakah hasil dan keuntungan yang diperoleh mampu digunakan
untuk merawat peralatan yang ada dengan baik dan bahkan mengembangkannya.
Perhatian utama masih pada penyelesaian pekerjaan usahatani, belum pada UPJA
sebagai suatu usaha/bisnis. Kondisi seperti itu terutama terjadi pada UPJA yang
merupakan bagian dari kelompok tani/gapoktan.
Dari
hasil rapat koordinasi tingkat penyuluh pertaninan di BPP Benteng Bontoharu telah
disepakati Desa Kalepadang sebagai Desa pertama yang ditunjuk untuk pembetukan
kelembagaan UPJA di wilayah binaan BPP Benteng Bontoharu.
Hari
ini rabu 25 Agustus 2021, Pemerintah Desa Kalepadang Kec. Bontoharu melaksanakan pembentukan
kelembagaan UPJA. Acara ini dibuka langsung oleh Kepala Desa Kalepadang. Turut hadir
dalam acara tersebut Sekertaris Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kab.
Kepulauan Selayar, (Agus Salim, SP), Pembina
Wilayah Kec. Benteng Bontoharu (Datulangi,
S.ST), Koorditar BPP Benteng
Bontoharu (Umi Azimar) serta PPL Desa
Kalepadang (Jubair, A.Md).Dalam sambutannya
Agus Salim, SP menjelaskan secara
singkat peran dan fungsi kelembagaan UPJA yang akan dibentuk nantinya. Salah
satunya adalah bagaimana menginventarisir dan memanfaatkan bantuan-bantuan alsintan
yang telah masuk di Desa kalepadang.
Memasuki
sesi diskusi yang berlangsung alot dipandu oleh Umi Azimar peserta yang hadir telah menyepakati untuk nama UPJA adalah
KARESO BERSAMA.
https://media.neliti.com/media/publications/55579-ID-pola
pengembangan-kelembagaan-upja-untuk.pdf
https://www.yumpu.com/id/document/view/15364985/pedoman-teknis-pengembangan-upja-mandiri
Semoga semakin maju, mandiri dan modern
BalasHapus